Jumat, 07 Februari 2014

BUDIDAYA GEMBILI



 Pendahuluan

Gembili (Dioscorea esculenta) merupakan salah satu spesies tanaman yang mempunyai umbi dan secara botani tennasuk dalam genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus ini memiliki ± 600 spesies, delapan diantaranya dapat menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Satu diantara kedelapan spesies tersebut adalah gembili. Tanaman gembili dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Indo-Cina. Di negara tropis basah, gembili bersama dengan ubi kayu menjadi makanan berkarbohidrat dari berjuta penduduk (Sastrahidayat dan Soemamo, 1991).

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
   Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
        Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
          Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
              Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
                 Sub Kelas: Liliidae
                   Ordo: Liliales
                      Famili: Dioscoreaceae
                         Genus: Dioscorea
                            Spesies: Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill

  Nilai gizi gembili tidak jauh berbeda dibanding dengan ubi kayu segar. Gembili mempunyai nilai kalori 95 ka V I00 g atau sekitar dua per lima bagian dari nilai kalori ubi kayu dan sekitar seperlima bagian dari nilai kalori tepung beras (Suhardi dkk, 2002). Gembili dan ubi kayu te1ah menjadi sumber bahan pangan sekunder yang penting dibeberapa negara tropis. Di Afrika Se1atan gembili selain digunakan sebagai bahan pangan juga dijadikan bahan baku pembuatan alkohol (Suhardi dkk, 2002). Penduduk Indonesia memanfaatkan gembili sebagai bahan pangan pada saat terjadi krisis
pangan pada masa penjajahan Jepang dan masa paceklik. Gembili ditanam sebagai tanaman pekarangan, namun karena tumbuh duri di sekeliling umbi maka tanaman ini tidak dipelihara. Kurangnya pengetahuan pengolahan gembili mengakibatkan gembili bukan menjadi bahan komoditi meskipun dalam musim-musim tertentu banyak dijual di pasar tradisiona1.
Gembili biasanya ditanam dalam jumlah terbatas, meskipun penduduk sangat menyukainya. Hal ini disebabkan ketersediaan bibit terbatas dan umur panennya agak lama, yaitu 7−9 bulan. Tanaman gembili tersebar di beberapa wilayah Papua, terutama di Merauke. Suku Kanum di Merauke sebagai salah satu sub suku Marind yang mendiami Taman Nasional Wasur (Paay 2004) mengonsumsi gembili secara turun-temurun sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik atau belum memasuki masa panen gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu dan sebagai pangan alternatifnya adalah sagu dan pisang.
Sistem budi daya gembili sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat suku Kanum karena mempunyai nilai budaya yang tinggi, yaitu sebagai mas kawin serta pelengkap pada upacara adat. Tanpa gembili, suku Kanum tidak dapat melaksanakan pernikahan. Dengan demikian, budi daya gembili bagi suku Kanum merupakan suatu keharusan. Tingginya perhatian masyarakat suku Kanum terhadap gembili merupakan peluang sekaligus tantangan untuk mengembangkan gembili di masa mendatang.
Masyarakat suku Kanum membudidayakan berbagai kultivar gembili, menamakan kultivar gembili berdasarkan karakter morfologi umbi. Sistem budi daya bergantung pada jenis gembili yang ditanam. Umumnya gembili dibudidayakan dengan menggunakan tajar dari bambu dengan tinggi 2,50−4 m.
Untuk menjamin keberlanjutan konsumsi, gembili yang dipanen disimpan di suatu tempat dalam rumah kecil yang diberi nama keter meng. Rumah kecil tersebut terbuat dari bambu dan beratapkan kulit kayu bus (Melaleuca sp.) agar gembili terhindar dari sinar matahari langsung.
Budidaya gembili dilakukan seperti halnya budidaya ubi jalar,yakni di atas guludan. Benihnya berupa umbi yang ukurannya sedang atau kecil. Benih ini merupakan hasil panen yang baru saja dilakukan. Biasanya petani akan menyimpan umbi ini di tempat yang sejuk dan terhindar dari panas matahari langsung.  Menjelang musim penghujan, biasanya umbi gembili ini akan mulai memunculkan tunas. Pada waktu hujan turun dan guludan sudah siap, umbipun bisa segera ditanam. Cara penanmannya dengan menugal puncak guludan hingga membentuk lubang. Ke dalam lubang inilah dimasukkan benih berupa umbi yang telah menampakkan tunas. Lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah. Dalam waktuantara 1 minggu sd. 10 hari, tanaman gembili akan menyembul dari lubang tanam. Pada saat itulah petani telah menyiapkan ajir berupa belahan bambu atau ranting-ranting kayu sepanjang 3 meter. Biasanya ajir ini dipasang miring ke arah samping hingga bersama ajir pada guludan di sebelahnya, akan membentuk segitiga.
Di beberapa kawasan di Jawa, kita akan menyaksikan petak tanaman gembili ini tumbuh subur pada musim penghujan. Tidak berkambangnya budi daya komoditas gembili, barangkali juga disebabkan oleh panjangnya umur tanaman. Kalaupenanaman dilakukan pada bulan November, maka gembili baru bisa dipanen pada bulan Juni atau Juli tahun berikutnya. Hingga umur panennya sama dengan singkong. Padahal biayabudidaya gembili lebih tinggi dari singkong mengingat adanya persyaratan guludan, biaya benih berupa umbi (singkong hanya potongan batang) dan biaya untuk ajir yang juga relatif tinggi. Gembili juga tidak menghasilkan limbah yang bisa dimafaatkan oleh petani. Hingga hasil penanaman gembili hanya berupa umbi konsumsi tadi. Biasanya panen dilakukan pada saat tanaman gembili sudah mulai tampak menguning dan mengering. Gembolo yang tumbuh dihutan jati atau di kebun rakyat malahan bisa baru dipanen setelah tanamannya mengering sama sekali dan tidak tampak bekas-bekasnya.
Selama ini perbanyakan Dioscorea esculenta dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan umbi berbagai ukuran dan berat. Hal ini menyebabkan adanya pertumbuhan dan hasil tanaman yang beragam. Onwueme (1978)  menyatakan bahwa ukuran umbi menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman ubi-ubian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan cadangan makanan dalam umbi pada masing-masing berat umbi yang digunakan untuk pertumbuhan tunas sebelum mampu berfotosintesis. Dengan demikian penggunaan umbi yang sesuai untuk bibit perbanyakan tanaman penting diperhatikan agar dapat dihindari penggunaan umbi bernilai ekonomi terlalu besar. Penggunaan umbi berukuran besar memiliki keuntungan: umbi lebih cepat bertunas dan tumbuh, jumlah tunas lebih banyak, vigor tanaman lebih baik (Onwueme, 1984). Namun cara ini memerlukan jumlah umbi lebih banyak dibanding umbi berukuran lebih kecil. Umbi yang masih mentah berkhasiat sebagai obat tetapi bila dimakan rasanya agak gatal.
Di Afrika Barat gembili dipakai sebagai industri pati dan alkohol.
Umbi yang kecil disebut gembili, sedangkan umbi yang besar disebut gembolo. Daging umbinya berwarna putih sampai kekuningan. Pada umumnya dibudidayakan sebagai usaha sambilan saja. Pada musim kemarau mengalami masa istirahat selama 1-6 bulan. Menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas dan dipergunakan sebagai bibit. Perbanyakan dapat dilakukan selain dengan umbinya, juga dapat dilakukan dengan stek batang. Umbi gembili dapat mulai dipanen pada umur8-9 bulan setelah masa tanam. Perubahan pasca panen pada umbi-umbian terutama terjadi pada perubahan komposisi kimianya. Perubahan komposisi kimia selama penyimpanan meliputi :
  • Perubahan kandungan air dalam bahan
  • Perubahan padatan terlarut
  • Sifat pasta pada saat pemasakan.
Hama
  1. Ulat : Hama ini merupakan larva dari ngengat (kupu-kupu). Ngengat dapat menghasilkan telur 2.000 butir. Biasanya telurnya dibawah daun secara berkelompok. Ulat menyerang daun dengan memakan epidermis dan jaringan, hingga daun tanaman habis, setelah itu pindah kedaun lain.
  2. Kutu daun : Hama ini sering berkelompok dipermukaan daun bagian bawah atau atau dipucuk tanaman. Kutu menginfeksi daun, lalu menghisap cairannya sehingga daun berkerut atau keriting dan akhirnya layu dan dapat menimbulkan kematian pada tanaman.
  3. Ulat Lompat : Gejala serangan ulat ini tampak dengan adanya lubang lubang bekas gigitan, lama kelamaan lubang ini akan semakin luas hingga akan tersisa tulang daun saja.
  4. Uret : Hama ini mrupakan larva dari kumbang yang telurnya diletakan didalam tanah, dan telurnya yang disebut uret dan akan merusak umbi. Gejalanya tampak pada umbi yang berlubang-lubang tidak beraturan, kemudian membusuk.
 Penyakit
  1. Busuk Daun : Penyebabnya adalah jamur atau cendawan Phitophora infestans. Cendawan ini menyerang daun pada fase pertumbuhan. Serangannya dapat terjadi pada batang tanaman, tangkai daun dan umbi. Penyebarannya dapat terjadi melalui angin, air. Gejalanya bercak-bercak berwarna hijau agak basah.
  2. Busuk Umbi : Penyebabnya adalah jamur Colletotricum coccodes. Jamur ini berkembang biak apabila kelembapan udara tinggi. Gejalanya tampak pada daun yang menguning, menggulung dan layu. Pada bagian batang berwarna coklat tua dan sampai hitam, pada akar umbi muda menyebabkan membusuk, dan pada umb yang tua menyebabkan bercak berwarna kelabu.
  3. Penyakit Fisiologis : Penyakit ini terjadi karena kekurangan zat makanan atau akibat factor lingkungan yang tidak sesuai. Keadaan suhu yang tidak sesuai menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akibatnya tanaman kerdil. Keadaan sinar matahariyang terlalu panas atau terik dapat menyebabkan daun menguning atau layu, mengering dan akhirnya gugur. Sebaliknya apabila kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman akan tumbuh tidak normal kurus, kerdil, lemah, dan pucat. Pencemar an lingkungan seperti asap-asap dapat menimbulkan penyakit pada tanaman. Kekurangan Nitrogen, Fosfor, Kalium, akibatnya pertumbuhan terhambat dan secara fisiologi pun tidak sempurna

Pengendalian Hama Penyakit
Cara Preventif : Merupakan tindakan atau perlindungan tanaman dengan cara penanaman jenis varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit dan penyemprotan pestisida secara berkala dan teratur.
Cara Kuaratif : Merupakan tindakan perlindungan tanaman setelah terinfeksi atau terserang hama yang menyerang.
Cara biologis : Dengan menyebarkan atau memelihara kelestarian hewan yang menjadi predator atau musuh alami hama ke areal pertanaman yang terserang.
Cara mekanis : Dengan pembunuhan hama secaralangsung dengan memangkas bagian tanaman yang menjadi sarang telur yang telah terinfeksi oleh penyakit.
Cara kimiawi : Memberantas dengan menggunakan bahan-bahan kimia beracun, seperti insektisida, nematisida, fungisida. 
Penangan panen yang kurang hati hati dapat menimbulkan kerusakan, misalnya umbi terluka pada saat dibongkar dari dalam tanah, dan penanganan panen yang tidak memperhatikan umur tanaman dan keadaan fisik tanaman, menyebabkan umbi bermutu rendah karena dipanen terlalu muda. Hama dan penyakit pada umbi tidak hanya menyerang pada saat dikebun tetapi masih dapat menyerang hasil panen sampai ketangan konsuman. Penangananan pascapanen yaitu untuk mencegah kerusakan akibat serangan hama atau penyakit, gangguan fisiologi, dan gangguan lingkungan yang kurang menguntungkan, maka dilakukan :
Pembersihan : Pada umumnya umbi yang baru dipanen kotor karena tertempeli tanah dan masih terdapat sisa sisa akar, batang, daun.
Sortasi : Umbi yang telah dibersihkan selnjutnya disortasi, dipisahkan umbi yang baik dan sehat, yaitu umbi yang tidak cacat dan tidak terserang hama dan penyakit.
Karateristik Gembili
Gembili masuk dalam spesies Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill. Gembili disebut juga Lesser yam, Chinese yam, Asiatic yam. Nama Lokal gembili adalah ubi aung (Jawa Barat), ubi gembili (Jawa Tengah), kombili (Ambon). Bentuk umbi gembili pada umumnya bulat sampai lonjong, tetapi ada juga bentuk bercabang atau lobar. Permukaan umbi licin, warna kulit umbi krem sampai coklat muda, warna korteks kuning kehijauan dan warna daging umbi putih bening sampai putih keruh. Umbi gembili berdiameter sekitar 4 cm, panjang 4 cm sampai 10 cm dengan bentuk bulat atau lonjong. Tebal kulit umbi sekitar 0,04 cm. Kulit umbi mudah dikupas karena cukup tipis. Berat umbi sekitar 100 – 200 gram.
Komponen kimia terbesar pada gembili adalah air kemudian karbohidrat. Karbohidrat pada gembili tersusun atas gula, amilosa dan amilopektin. Komponen gula tersusun atas glukosa, fruktosa dan sukrosa sehingga menyebabkan rasa manis. Protein pada gembili tersusun atas asam amino yang jumlahnya rendah yaitu asam amino sulfur (metionin dan sistein), lisin, tirosin dan triptofan, sedangkan asam amino yang lain jumlahnya besar.
Tumbuhan yang seringkali berduri. Akar-akar pada tumbuhan liarnya berduri, pada tanaman budidaya seringkali tidak berduri. Setiap 1 tanaman terdapat 4-20 umbi; umbi tua berbentuk silinder, kadangkala berlobi, kulit lapisan luar coklat atau abu-abu-coklat, tipis, seringkali kasar; daging putih. Batang tegak, memanjat melingkar ke kiri, berduri di bagian dasar dan di bagian atas tidak berduri. Daun tunggal, berseling, menjantung, seringkali terdapat 2 duri di pangkal. Perbungaan jantan di ketiak, perbungaan betina melengkung ke bawah, bulir menyerupai tandan., soliter. Buah (sangat jarang ditemukan) kapsul, pipih. Biji bersayap membundar.
Daerah asal
Tempat tumbuh alami jenis ini di daerah tropis lembab dan agak lembab. Sebaran terbaiknya pada daerah dengan curah hujan 875 - 1750 mm per tahun, dengan suhu minimum 22.70 C.. Penyebarannya menurun pada daerah bersuhu 35° C atau di atasnya. Penanaman sebaiknya di dataran rendah, namun di Himalaya pada ketinggian 900 m dpl dapat berhasil dengan baik. Pembentukan umbi ditentukan oleh kondisi optimum pada kondisi hari siang pendek, drainasi tanah dengan pH 5.5 - 6.5. Perbanyakan dilakukan dengan umbinya. Masa dormansi umbinya sangat pendek. Umbinya ditanam pada gundukan tanah, punggung bukit atau pada tanah datar. Tumpang sari dengan tanaman budidaya lainnya umum dilakukan. Jika penanaman secara monokultur maka jarak tanam 100 cm x 50 cm. Penyiangan perlu dilakukan 2-3 kali dalam satu kali penanaman.
Jenis ini berasal dari Thailand dan Indo China. Tumbuhan liarnya ditemukan di India, Burma dan New Guinea. Pada jaman prahistori jenis ini tersebar di Asia Tenggara dari daratan Asia sampai ke Philippina, kemudian ke bagian selatan dan tenggara berakhir di bagian barat daya. Setelah tahun 1500-an jenis ini memasuki kawasan tropis. Saat ini merupakan tanaman budidaya penting di Asia Tenggara (terutama di New Guinea, Ocenia, Karibia dan China).
Jenis dan Varietas
Nama dari gembili menunjuk kepada bentuknya, misalnya gembili gajah berbentuk paling besar dibanding yang lain. Gembili teropong bentuknya bulat memanjang seperti teropong. Sedangkan gembili legi mempunyai bentuk paling kecil, tetapi rasanya paling enak, karena paling manis. Gembili srewot, permukaannya mempunyai rambut-rambut akar yang sangat banyak. Terakhir gembili wulung mempunyai umbi, batang dan daun berwarna ungu.
Varietas lain dari gembili yaitu Gembolo (Dioscorea bulbifera), suku gadung-gadungan atau Dioscoreaceae) merupakan tanaman umbi-umbian yang ditanam di pekarangan. Tanaman ini semakin jarang dikenal dan hanya bisa dijumpai di desa-desa. Umbi gembolo serupa dengan umbi gembili namun berukuran lebih besar.
Tumbuhan gembolo merambat dan rambatannya berputar ke arah kanan (searah jarum jam jika dilihat dari atas). Tumbuhan ini juga dapat menghasilkan umbi dari batang yang ada di permukaan. Umbi ini disebut "umbi udara" dan dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan vegetatif. Gembolo sekarang tersebar ke seluruh daerah tropika dan di beberapa tempat di Afrika menjadi sumber karbohidrat penting
Spesies Dioscores aculeata terdapat mulai dari yang forma kecil (diameter umbi 4 sd.7 cm) yang disebut gembili sampai forma besar (diameter umbi 15 cm) yang disebut gembolo. Gembili pun masih terdiri dari berbagai forma. Mulai dari forma umbi bulat telur sampai lonjong. Forma lonjong berukuran lebih besar dibanding forma bulat. Diameter umbi forma bulat sekitar 3 cm, sementara forma  lonjong sampai 7 cm. Panjang batang gembili bisa mencapai 5 meter lebih. Diameter batang antara 3 sd. 7 mm, berkulit keras (kaku) dan berduri. Forma gembolo malahan juga menghasilkan akar yang juga berduri yang disebut "gemarung". Duri gemarung ini sangat kuat hingga sulit sekali lapuk. Meskipun sudah bertahun-tahun dalam tanah, duri gemarung akan tetap utuh berwarna hitam mengkilap.  Daun gembili maupun gembolo berbentuk jantung berwarna hijau tua dengan tulang daun tampak menonjol. Panjang daun mulai dari 7 cm (gembili) sampai 15 cm (gembolo).
Sebagai tanaman pemanjat, gembili maupun gembolo memerlukan panjatan. Gembolo memerlukan batang pohon sebagai panjatan, sebab batangnya lebih panjang dengan jumlah cabang lebih banyak. Sampai saat ini, gembolo tidak pernah dibudidayakan secara khusus. Umbi ini banyak tumbuh lias dihutan-hutan jati atau dibudidayakan satu dua batang di kebun rakyat. Meskipun gembolo berukuran jauh lebih besar dari gembili, namun umbi ini kurang disukai masyarakat karena rasanya tidak selezat gembili. Kandungan pati gembolo lebih rendah dari gembili, sementara kandungan airnya lebih tinggi. Hingga rasa gembolo kurang begitu enak dibanding gembili. Selain itu, tangkai umbi gembili cukup panjang, kadang-kadang sampai lebih dari 50 cm. Duri gemarungnya yang banyak, kuat dan sangat tajam juga kurang disukai petani. Namun sebagai sumber genetik plasma nutfah, sebenarnya gembolo layak untuk tetap dilestarikan. Keberadaan gembolo di hutan jati merupakan alternatif pelestarian yang cukup aman.

8 komentar:

  1. assalam... bsa psan bibit gembili pak ? berapa harganya ?

    BalasHapus
  2. Bagi rekan rekan yang bisa supply gembili & suweg mohon info dan contac / sms ke 085219284375. Saya sangat memerlukan untuk ekspor

    BalasHapus
    Balasan
    1. butuhnya berapa banyak pak???saya dari Merauke-Papua

      Hapus
    2. Umbi Gembolo ada di Papua? Umbi Gembolo adalah versi besar dari umbi gembili.

      Hapus
    3. Umbi Gembolo ada di Papua? Umbi Gembolo adalah versi besar dari umbi gembili.
      Saya minat ingin beli, sebagian untuk konsusmsi dan sisanya untuk ditanam. Beli 2 kg bisa?

      Hapus
    4. apa masih laku gembili dan suweg jenis apa yang di cari

      Hapus
  3. Umbi Gembolo ada di Papua? Umbi Gembolo adalah versi besar dari umbi gembili.

    Hapus. Saya mau beli untuk dikonsumsi dan ditanam. Beli 2 kg bisa?

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus