Beberapa waktu lalu saya share tentang Konsep dan Prinsip SRI, dan kali ini
saya ulas tentang Teknik budidaya padi dengan metode SRI, yaitu sebagai berikut:
1. Pengolahan
Tanah
Tanah yang sehat
akan menghasilkan tanaman yang sehat. Tanah merupakan media tumbuh tanaman,
tanah harus diolah sempurna untuk mendapatkan tanah yang melumpur sempurna bagi
pertumbuhan tanaman padi. Pengolahan tanah untuk padi sawah tidak boleh terlalu
dalam atau terlalu dangkal (pengolahan sampai kedalaman 30-45 cm).
Untuk membuat tanah melumpur
sempurna dilakukan pembajakan kemudian digaru. Untuk pengolahan tanah metode
SRI, sebelum penggaruan dilakukan penebaran pupuk organik dengan dosis 7-10
ton/ha. Pada saat penaburan pupuk organik atau penggaruan, semua saluran
pembuangan pada petakan sawah ditutup atau air jangan mengalir. Dibuat saluran
keliling atau saluran pemalir pada petakan sawah untuk memudahkan dalam
manajemen air petakan.
2. Benih
Unggul
Syarat benih
unggul harus dipenuhi untuk menghasilkan produksi tanaman padi sawah dengan
metode SRI. Secara umum benih benih unggul (benih bersertifikat) bercirikan
antara lain varietas diketahui dengan jelas (tidak terkontaminasi benih
varietas lain), daya kecambah minimal 95 %, bebas dari hama penyakit, bebas dari
biji-bijian gulma, bebas dari kotoran bila ada sangat kecil sekali, mempunyai
kecepatan tumbuh yang capat dan seragam dan lainnya. Sebelum benih
dikecambahkan dilakukan uji vigor kebernasan benih yang merupakan dasar
penentuan daya kecepatan tumbuh benih dan uji daya kecambah.
3. Persemaian
Persemaian
sistem tanam padi metode SRI dengan sistem penanaman padi yang biasa terdapat
perbedaan. Persemian untuk budidaya tanaman padi dengan metode SRI dilakukan
dengan menggunakan kotak (besek). Penggunaan kotak persemaian memudahkan dalam
pelaksanaan, pengamatan, pengangkutan dan seleksi benih. Kotak persemaian
biasanya dengan ukuran 20x20 cm dengan tinggi 5 cm dan untuk luasan satu ha
dibutuhkan 420-490 buah kotah persemaian. Jumlah benih perkotak pesemaian 300-350
biji/gabah benih.
Umur bibit untuk tanaman padi sawah
dalam budidaya metode SRI adalah 7-10 hari setelah semai. Selama dipersemaian
harus dilakukan pemeliharaan dan harus dihindarkan gangguan oleh hama.
4. Penanaman
Bibit
Umur bibit
tanaman padi untuk budidaya padi dengan metode SRI adalah 7-10 hari setelah
semai. Bibit harus ditanam muda karena
akan membuat potensi anakan menjadi lebih
banyak. Jumlah bibit per lubang tanam hanya satu
batang/anakan. Hal ini karena tanaman
padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup agar dia dapat mencapai pertumbuhan
optimal. Apabila ditanam secara banyak, maka akan terjadi persaingan untuk
mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya dalam suatu
titik atau area tanam. Ditanam secara dangkal sedalam 1,0-1,5 cm dan letak
perakaran horizontal seperti huruf “L”. Hal ini bertujuan untuk memacu proses
pertumbuhan dan asimilasi nutrisi akar muda. Jika ditanam terbenam, maka akan
timbul kekurangan oksigen yang menimbulkan peracunan akar (asphyxia),
dan gangguan siklus nitrogen yang dapat menyebabkan pelepasan energi, produksi
asam yang tinggi serta tidak adanya rebalance H+ sehingga
terjadi destruksi sel akar dan pertumbuhan struktur akar menjadi tidak
lengkap.
Jarak tanam dapat dipilih antara lain 25x25 cm, 27x27 cm atau 30x30 cm.
Jarak tanam yang semakin jarang serta ketersediaan unsur hara nitrogen yang
tinggi dapat menyebabkan butir hijau, butir kapur dan atau butir merah yang
akan menurunkan kualitas gabah yang akan menyebabkan panen tidak serempak.
Untuk itu setiap varietas padi mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda
terhadap lingkungan tumbuhnya, sehingga tidak semua varietas memerlukan
pengelolaan lingkungan yang sama. Hal ini untuk menjamin selama proses
tumbuhnya padi menjadi padi siap panen, seluruh nutrisi, udara, cahaya
matahari, dan bahan lainnya tersedia dalam jumlah cukup untuk suatu rumpun padi.
5.
Pemupukan
Dalam SRI pupuk
yang dipakai adalah pupuk organik yang berasal dari bahan organik seperti
hijauan, kotoran ternak, limbah rumah tangga dan limbah pertanian. Bahan
tersebut dikomposkan dengan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Pemupukan
dapat ditambahkan dengan pupuk cair organik.
Dosis yang
diperlukan adalah 7-10 ton/ha atau tergantung pada kesuburan lahan. Pemupukan
pertama dilakukan bersama dengan waktu penggaruan pada saat pengolahan tanah,
pemupukan kedua dilakukan pada fase pembentukan anakan.
Pemupukan susulan tahap pertama dilakukan saat tanaman berumur sekitar 15
hari. Jenis pupuk yang digunakan adalah bokhasi dengan dosis 1 ton/ha.
Pemupukan tahap kedua dilakukan saat tanaman berumur 25-60 hari dengan
frekuensi seminggu sekali dengan menggunakan pupuk organik cair yang mengandung
N tinggi. Pemupukan susulan tahap ketiga dilakukan saat tanaman memasuki fase
generatif umur 60 hari.
Peran kompos lebih kompleks daripada peran pupuk. Selain sebagai penyuplai
nutrisi juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses
tumbuh padi secara optimal. Konsep bioreaktor adalah kunci sukses dari SRI.
Bioreaktor yang dibangun oleh kompos, mikrooganisme lokal, struktur padi, dan
tanah menjamin bahwa padi selama proses pertumbuhan dari bibit sampai padi
dewasa tidak mengalami hambatan. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks,
fungsi yang telah teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi sesuai
POD melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan padi, menjaga
stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan padi,
bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang padi.
6. Pengelolaan
air dan Penyiangan
Pengelolaan
air metode SRI adalah pengaturan pemberian air pada petakan sawah sedemikian
rupa sehingga petakan sawah macak-macak, penggenangan dan pengeringan.
Pengelolaan air dan penyiangan berdasarkan
umur padi. Jadwal pengaturan air pada petakan sawah dalam budidaya padi
metode SRI disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaturan Air dan Penyiangan Berdasarkan Fase
Pertumbuhan
Umur Tanaman
|
Pengaturan Air
dan Penyiangan
|
1-8 HST
|
Petakan
sawah keadaan air macak-macak.
|
9-10 HST
|
Petakan
sawah digenangi 2-3 cm, lakukan penyiangan ke 1
|
11-18 HST
|
Petakan sawah dikeringkan.
|
19-20 HST
|
Petakan sawah digenangi 2-3 cm, lakukan penyiangan
ke-2.
|
21-28 HST
|
Petakan
sawah dikeringkan sampai pembungaan.
|
Fase berbunga-
Fase masak susu.
|
Petakan sawah digenangi 2-3 cm.
|
Fase masak susu - Menjelang panen
|
Petakan sawah dikeringkan.
|
Sumber: Sjechnadarfuddin
Tahun 2008.
Pengeringan petakan sawah dapat menekan pertumbuhan
meninggi batang padi akibat terjadinya persaingan penyerapan nitrogen. Di lain pihak, daun padi akan besar dan tebal, keras dan
kuat yang meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama penyakit dan penyimpanan
pati akan lebih aktif.
Tanah yang tergenang air akan menyebabkan kerusakan pada struktur padi
dikarenakan padi bukan tanaman air (membutuhkan air tetapi tidak terlalu
banyak). Hal lain yang ditimbulkan oleh proses penggenangan adalah timbulnya
hama. Ketika padi hidup dalam suatu tanah yang tergenang, maka musuh alami hama
padi tidak dapat hidup sedangkan hama padi dapat hidup. Bahkan, hal ini memacu
adanya hama padi baru yang berasal dari lingkungan akuatik.
Penyiangan adalah mengendalikan gulma yang ada di petakan sawah dan
lingkungan petakan sawah yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman baik secara
langsung atau tidak langsung (menjadi inang hama dan penyakit). Penyiangan akan
menyebabkan ruang pori udara tanah akan meningkat yang berarti meningkatkan
kadar oksigen dalam tanah. Gulma yang ada dalam petakan sawah dapat merugikan
akibat persaingan terhadap penggunaan (unsur hara, tempat, sinar matahari),
dapat sebagai inang hama penyakit, meningkatkan kelembaban dan efek alelopati.
Gulma yang dicabut dibenamkan dipetakan sawah.
7. Pengendalian Hama Penyakit
Pemberantasan hama penyakit prinsipnya adalah mengendalikan populasi hama
penyakit dan apabila menyerang tanaman tidak merugikan
dari segi kuantitas dan kualitas. Untuk budidaya tanaman padi sawah dengan
metode SRI lebih ditekankan pada pengendalian secara terpadu atau Integrated Pest Management Control=
IPMC. Sistem PHT yaitu pengelolaan unsur agroekosistem sebagai alat pengendali
hama dan penyakit tanaman. Prinsip PHT yang perlu diterapkan adalah:1) budidaya
tanaman sehat, 2) pemanfaatan dan pelestarian musuh alami, 3) pengamatan
mingguan yang berkelanjutan dan 4) petani terampil PHT.
Pencatatan
populasi hama dan intensitas serangan mingguan akan sangat penting dalam
memberikan informasi untuk pengendalian. Apabila dari hasil pencatatan telah
mencapai ambang batas ekonomi perlu dikendalikan menggunakan pestisida nabati
secara bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar