Siapa yang belum kenal dengan Sri? Bukan Sri yang minggat itu lho… SRI atau System of Rice Intensification adalah cara budidaya tanaman yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan yang seimbang pada tanah, tanaman dan air. Pada mulanya metode SRI dilakukan oleh petani Madagaskar yang dilatarbelakangi keterbatasan air dan kendala kekeringan, kemudian sistem ini dikombinasikan dengan upaya budidaya khusus lainnnya.
Dalam budidaya padi, perlu diperhatikan interaksi padi dengan
lingkungan sekitarnya terutama mikroba yang menjadi unsur pendukungnya. Jadi,
penanaman padi tidak hanya ditinjau dari skala manusia tapi juga dari skala
mikroba. Proses yang berlangsung dalam skala kecil pada bioreaktor akan
menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan bahan akan semaksimal mungkin.
Konsep Process
Intensification kedua adalah using less to produce more yang
diwakili oleh metode penanganan bibit dan penanaman padi yang memanfaatkan
sumberdaya seminim mungkin. Hal ini tidak dapat berdiri sendiri, karena disisi
lain untuk meningkatkan produktivitas maka harus ada elemen produksi yang
meningkat. Peningkatan kualitas lahan, bibit serta proses bioreaktor sangat
penting agar hal ini tercapai, kata Pratama, 2004 lho….
Konsep POD adalah
bagaimana produksi harus sesuai dengan permintaan. Dalam SRI, produksi yang
dimaksud adalah nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya. Produksi
kebutuhan padi akan sesuai dengan kebutuhan padi saat itu, tidak berlebihan dan
juga tidak kurang (Pratama, 2004).
Prinsip
Utama Sri :
-
Penanaman
bibit muda (7-10 hari setelah berkecambah)
-
Jarak penanaman yang lebar (minimal 25cm x 25
cm, 1 bibit per titik)
-
Menghindari trauma pada bibit saat penanaman
(penanaman maksimal 30 menit setelah bibit di ambil dari penyemaian)
- Penanaman
padi secara dangkal
- Manajemen air (tanah dijaga terairi dengan
baik, tidak terus menerus direndam dan penuh, hanya lembab)
-
Meningkatkan aerasi tanah dengan pembajakan mekanis
-
Menjaga
keseimbangan biologi tanah (penggunaan pupuk dan pestisida organik)
Menurut pengalaman beberapa
petani, produksi gabah metode SRI dapat mencapai 7-11 ton GKP/ha, hal ini
disebabkan banyaknya tunas produktif per rumpun (45-75 tunas anakan per
rumpun). Informasi lain menyatakan jumlah anakan/rumpun dapat mencapai 92
anakan/rumpun, hasil metode SRI sangat memuaskan. Metode SRI minimal
menghasilkan panen lebih banyak dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
Dilain pihak, budidaya padi dengan metoda SRI disamping dapat menghemat
kebutuhan air dapat juga menghemat penggunaan input produksi. Produk yang
dihasilkan mempunyai kualitas yang lebih tinggi karena tidak menggunakan input
sintesis.
Secara keseluruhan budidaya tanaman padi metode SRI dapat
menghemat penggunaan air irigasi. Akibat penghematan tersebut dapat digunakan
memperluas lahan yang diairi sebesar 22,60 % - 48,31 %. Selain itu budidaya
tanaman padi dengan metode SRI dapat meningkatkan kesuburan tanah karena tanah banyak
mengandung bahan organik, tidak terjadi pencemaran lingkungan akibat limbah
penggunaan bahan kimia sintetik dan dapat meningkatkan kesehatan manusia yang
mengkonsumsi produk tanaman padi dari hasil metode SRI .
SRI hanya
mengubah cara petani dalam mengelola tanaman, tanah, air dan nutrient. Perubahan ini mengurangi penggunaan air, biaya produksi
serta meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Keuntungan ini hasil
dari (a) peningkatan pertumbuhan dari sistem akar, dan (b) meningkatkan
berlimpahnya dan beragamnya organisme tanah, yang memberikan kontribusi pada
produktivitas tanaman.
Kendala yang dihadapi dalam metode SRI antara lain: 1)
metode SRI adalah cara baru (walaupun tidak benar-benar baru) sehingga perlu
waktu untuk dapat diadopsi petani, 2) penanaman satu bibit perlubang dan umur
bibit relatif muda merupakan kesulitan, 3) ketersediaan bahan organik termasuk
teknologi pembuatan pupuk organik dan kemampuan petugas/penyuluh
(dari
berbagai sumber)
Semoga
bermanfaat.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar